Keamanan siber kini menjadi isu global. Tahun 2025 diprediksi akan menjadi periode kritis di mana serangan ransomware mencapai level masif, mengancam perusahaan, pemerintahan, hingga individu.
Ransomware bekerja dengan cara mengenkripsi data korban dan meminta tebusan untuk membuka akses. Serangan ini makin canggih, menggunakan AI untuk menemukan celah sistem dan menargetkan organisasi dengan dampak maksimal.
Banyak perusahaan besar sudah menjadi korban. Rumah sakit, sekolah, hingga lembaga pemerintahan lumpuh akibat sistem mereka dikunci. Dampaknya tidak hanya kerugian finansial, tetapi juga mengancam keselamatan publik.
Biaya serangan ransomware juga terus meningkat. Laporan terbaru menyebutkan kerugian global bisa mencapai ratusan miliar dolar per tahun. Perusahaan asuransi mulai enggan menanggung risiko ini karena besarnya potensi kerugian.
Negara-negara berusaha memperkuat pertahanan siber, tetapi serangan terus berkembang. Kelompok kriminal beroperasi lintas negara, sulit dilacak, dan sering kali mendapat dukungan diam-diam dari negara tertentu.
Kelemahan terbesar ada pada kesadaran pengguna. Banyak serangan berhasil karena human error, seperti membuka email phishing atau memakai password lemah. Edukasi publik menjadi faktor penting dalam pencegahan.
Tahun 2025 bisa menjadi titik balik. Dunia harus memperkuat kerja sama internasional untuk melawan ransomware, termasuk memperketat regulasi pembayaran tebusan.
Jika tidak, serangan ini bisa melumpuhkan kepercayaan pada ekosistem digital global. Ransomware bukan lagi ancaman kecil, tetapi senjata ekonomi di era modern.